Sabtu, 24 Maret 2012

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA

1.    Faktor Somatogenik (fisik-biologis)
Gangguan jiwa yang diakibatkan karena gangguan fisik serta ketidaknormalan pada gen dan kromosom pada individu.
·    Nerokimia, misal: gangguan pada kromosom no 21 menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Down Syndrome yang merupakan bentuk keterbelakangan mental yang secara genetis paling umum diturunkan, disebabkan oleh munculnya suatu kromosom tambahan. Seseorang yang mengalami Down Syndrome memiliki wajah yang bundar, tengkorak yang rata, lipatan kulit tambahan sepanjang kelopak mata, lidah yang menonjol keluar, tungkai dan lengan yang pendek, dan keterbelakangan kemampuan motorik dan mental.
·           Nerofisiologi
·           Neroanatomi
·           Tingkat kematangan dan perkembangan organik
·           Faktor-faktor prenatal dan perinatal

2.    Faktor Psikogenik (psikologis)
·           Interaksi ibu-anak
·           Interaksi ayah-anak : peranan ayah
Jika seorang ayah dan ibu tidak menjalankan peranan mereka sebagai orangtua dengan baik, seperti kurangnya memberikan perhatian dengan melakukan interaksi dengan anak. Sehingga  komunikasi antara orangtua dan anak tidak berjalan dengan baik. Anak juga tidak akan nyaman berada dirumah dan bisa saja anak juga tidak nyaman berada disamping orangtua mereka sendiri.    
·           Sibling rivalry
·           Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
Lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya yang acuh (tidak peduli).  
·           Kehilangan : Lossing of love object.
Individu kehilangan kasih sayang dan cinta dari orangtua, teman dan pacar.
·           Konsep dini : pengertian identitas diri VS peranan yang tidak menentu
·           Tingkat perkembangan emosi
·       Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya : Mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif.
Mereprese diri secara terus-menerus sehingga menimbulkan konflik dalam diri yang tidak dapat diatasi.
·      Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya. Dimana individu mengalami
·          Traumatic Event
·          Distorsi Kognitif
·          POLA ASUH PATOGENIK : sumber gangguan penyesuaian diri pada anak

3.    Pola Asuh Patogenik
·           Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
·           Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”
·           Penolakan (rejected child)
·           Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
·           Disiplin yang terlalu keras
·           Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan
·           Perselisihan antara ayah-ibu
·           Perceraian
·           Persaingan yang kurang sehat diantara para saudaranya
·           Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
·           Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
·           Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik)

4.    Faktor Sosiogenik (sosial-budaya)
·           Tingkat ekonomi
·           Lingkungan tempat tinggal : perkotaan VS pedesaan
·    Masalah kelompok minoritas yg meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai
·          Pengaruh rasial dan keagamaan
·          Nilai-nilai

 
SUMBER
Bahan Ajar Zarina Akbar
Santrock, John W., 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Kamis, 15 Maret 2012

Review Jurnal


Judul:
PANIC DISORDER AND GENERALIZES ANXIETY DISORDER

Case history
Ms X adalah seorang wanita 37 tahun yang telah menikah dan memiliki dua anak, usia 15 dan 10 tahun. Dia teridentifikasi mengalami kepanikan yang parah semenjak dirinya mengalami keguguran lima tahun yang lalu. Dia takut akan mengalami serangan jantung atau bahkan dia takut meninggal pada saat panik tersebut. Dia tidak membatasi kegiatannya karena kepanikan ini, namun dia menghindari kegiatan yang dapat merangsang peningkatan denyut jantung seperti latihan fisik, dan dia tidak melakukan pengalihan untuk mengatasinya. Kekhawatiran lain di luar kepanikan dipusatkan pada masa depan anak-anaknya,kesehatannya, penuaan, dalam menyelesaikan kegiatan rumah tangga, kinerja dalam kursusyang sedang berlangsung, dan ketika berinteraksi dengan anak-anaknya di depan orang lain.Ms X membantah adanya riwayat penyalahgunaan zat, masalah kesehatan fisik (kecualipenyakit asma dan hipoglikemia, yang dapat dikendalikan dengan pengobatan), atau masalah kejiwaan lain. Pada saat pengobatan, Ms X teridentifikasi kekhawatiran dalam berbagai domain dalam hal gejala-gejala fisik, seperti ketidakmampuan untuk bersantai, gangguan tidur (insomnia dan sering terbangun pada malam hari), lekas marah, dan tekanan dalam pernikahan dan dalam hubungannya dengan anak-anaknya. Pengobatan sebelumnya untuk kecemasan terdiri dari tiga sesi CBT sekitar 1 tahun yang lalu, yang dilaporkan menghasilkan beberapa manfaat yang minimal, salah satunya dengan membaca buku dapat untuk mengurangi kecemasan. Dalam pengobatan Ms X diobati dengan Clonazepam, yang diambil dua kali sehari, dengan beberapa tambahan yang digunakan untuk mengendalikan gejala kecemasan akut. Dia mempunyai riwayat 5 tahun percobaan berbagai pengobatan anxiolytic dengan efek yang umum.
Setelah dilakukan assesment berupa wawancara diagnostik terstruktur, Ms Xmemenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agoraphobia dan gangguan kecemasan umum. Ms X berada pada skala 80, jika direntangkan dalam skala 1 (sama sekali tidak takut) sampai 100 (sangat merasa takut). Kepanikan dan rasa takut ini melemahkan Ms X. Ms X mengungkapkan kekhawatiran terus-menerus dipicu oleh peristiwa sehari-hari, termasuk ketidakpatuhan anak-anaknya dan suami dalam pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga, kegagalan untuk menyelesaikan pekerjaannya, mengurus sekolah anak-anaknya dan Ms X sempat merasakan kecemasan yang berlebihan pada saat akan wawancara kerja. Ms X menyadari bahwa masalahnya ini menggangu dalam hubungan dengan keluarganya namun subjek tidak mengurangi perilaku ini karena takut kehilangan kontrol sepenuhnya dari keluarganya, sehingga Ms X justru mengintensifkan perilaku ini. Terlepas dari pemenuhan umum yang berlaku dirinya dengan pekerjaan rumah, Ms X gagal mengungkapkan atau menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kekhawatiran umum.
Didalam proses terapinya Ms X cenderung lebih argumentativeness, sering menggunakan kata-kaya ya, tapi, tidak bisa. Ms X mengakui sudah berusaha untuk mengatakan hal-hal positif namun tidak dapat menemukan hal yang membantu. Ms X berpikir bahwa pengobatan tidak akan berhasil untuk dirinya. Saat konsultasi pun Ms X merasa tegang dan argumentatif bersama konselornya.

Case Analysis
Berdasarkan kasus diatas jika dianalisis berdasarkan ciri abnormalnya adalah:
1. Disfungsi Psikologis
a. Aspek kognitif
Pikiran X terhadap rasa kepanikan dan kecemasannya ini membuat pikiran X melemahkan dirinya, X menjadi takut melakukan kegiatan karena dia berpikir takut mengalami serangan jantung atau bahkan mengalami kematian jika periode kepanikannya sedang berlangsung. Dan subjek berpikir bahwa pengobatan pun tidak akan bisa menyembuhkan dirinya.
b.  Aspek afektif
Kepanikan dan kecemasan yang dialami X membuat hubungan X dengan keluarganya tidak berjalan baik, X merasa tidak mampu menjalankan perannya secara baik didalam keluarga.
c. Aspek psikomotorik
Karena kepanikannya dan perasaan cemas yang dirasakan oleh X, X menjadi membatasi dirinya dalam kegiatan yang berhubungan dengan latihan fisik dan yang berhubungan dengan pacuan jantung.

2. Distres
a. Fisik
Subjek menghindari aktifitas yang melibatkan fisik selain itu subjek sering kali mengalami sulit untuk istirahat dan bersantai, mengalami gangguan tidur berupa insomnia dan sering terbangun ditengah malam.
b. Psikologis
X merasa tidak mampu menjalankan perannya dengan baik didalam rumah tangga, hubungan dirinya dengan keluarganya pun dirasa terganggu karena masalahnya ini. X merasa selalu tidak mampu untuk merubah dirinya, walaupun dia sudah selalu berusaha namun itu tidak membantu dirinya. X sempat tidak mau merubah perilakunya ini karena takut kehilangan perhatian sepenuhnya dari keluarganya.

3.  Respon Atipikal
Respon yang datang dari keluarganya, berupa tekanan dalam hubungan rumah tangga X dan juga hubungan dengan anak-anak X yang terlihat menjadi kurang baik karena perilaku X yang kurang bisa mengontrol dirinya sendiri.

Referensi
Westra, Phoenix. Motivational Enhancement Therapy in Two Cases of Anxiety Disorder New Responses to Treatment Refractoriness. London Health Sciences Centre, London, Ontario.